Solusiyang dibangun ini mempertimbangkan beberapa parameter untuk menentukan Lokasi Potensial pengembangan Perumahan dan Permukiman, yaitu : Aksesbilitas, jarak terhadap fasilitas pelayanan umum seperti transportasi dan kesehatan, Perubahan lahan. Beberapa parameter tersebut masih bisa berubah sesuai dengan Peraturan Daerah yang Secarageografis lokasi ini berada di wilayah hulu Way Sekampung. Bentang alam daerah berupa pedataran bergelombang. Secara umum ketinggian berkisar antara 300 – 400 m dpl. Pemanfaatan lahan selain untuk pemukiman juga digunakan untuk lahan perkebunan, ladang, dan sawah. Sungai yang mengalir di daerah ini antara lain adalah Way Ulok Ngaherong Indonesiaadalah negara agraris yang penduduknya rata-rata bekerja di sektor pertanian. Penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian telah mencapai 70 persen (Irawan, 2015; Mubyarto, 1989) Fast Money. Berbagai interaksi kentungan dalam kehidupan di negara-negara ASEAN tentunya akan memberikan pengaruh berupa perubahan unik yang hanya terjadi di sana. Hal tersebut misalnya meliputi iklim, di mana hampir di seluruh negara ini beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja. Hal tersebut berbeda dengan negara-negara Eropa yang memiliki empat musim. Lalu apa lagi pengaruh perubahan dan Interaksi keruangan terhadap kehidupan di negara-negara ASEAN? Dapat berupa faktor alam, Iptek, ekonomi, dan pengalihan lahan pertanian ke industri dan pemukiman. Berikut adalah pemaparan materi lengkapnya, di mulai dari perubahan faktor alam. Perubahan Ruang dan Interaksi Antar Ruang akibat Faktor Alam Kondisi alam dan sosial negara-negara ASEAN relatif homogen seragam dan saling membutuhkan. Hal itu memudahkan interaksi antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam kacamata perubahan ruang akibat faktor alam, bentuk interaksi keruangan negara-negara ASEAN meliputi faktor iklim, geologi, dan ketersediaan sumber daya alam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 56. Faktor Iklim Lokasi negara-negara ASEAN yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia menyebabkan wilayah ini memiliki pola arah angin yang berganti setiap setengah tahun sekali. Angin itu dinamakan angin muson timur dan angin muson barat, masing-masing menyebabkan terjadinya musim kemarau dan musim hujan. Namun, negara-negara ASEAN belakangan ini mengalami perubahan iklim yang tidak terprediksi, akibat adanya perilaku yang menimbulkan pemanasan global. Perubahan iklim ini memicu terjadinya bencana alam klimatik atau bencana alam yang disebabkan kerusakan faktor-faktor iklim. Wilayah negara-negara ASEAN juga dipengaruhi iklim fisis. Iklim fisis dipengaruhi keadaan fisik suatu wilayah, seperti perairan laut, pegunungan, dan dataran. Dalam upaya menanggulangi bencana di kawasan Asia Tenggara, ASEAN melakukan kerja sama antarnegara anggotanya. Contoh kerja sama ASEAN dalam menanggulangi bencana klimatik, yaitu Ketika terjadi kebakaran hutan yang hebat di Sumatra tahun 2015, Malaysia dan Singapura atas nama ASEAN memberikan bantuan peminjaman pesawat pemadam kebakaran. Indonesia dan beberapa negara ASEAN lain membantu Filipina yang mengalami bencana badai Haiyan tahun 2014. Faktor Geologi Berdasarkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi geologi seperti kondisi tanah dan batuan penyusunnya di bumi, negara-negara ASEAN berada di daerah tumbukan antarlempeng. Pergerakan lempeng yang bertumbukkan mengakibatkan terjadinya bencana geologis, seperti gempa bumi. Kemudian saat terjadi di dasar laut, gempa bumi dapat menimbulkan bencana tsunami. Setidaknya empat dari sebelas negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar, pernah mengalami kejadian gempa yang merenggut korban jiwa sangat banyak. Bentuk kerja sama dalam faktor ini adalah negara-negara ASEAN sebagai organisasi ataupun negara-negara tetangga melalui Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok, fasilitas kesehatan, maupun donasi untuk perbaikan lingkungan dalam masa pemulihan. Faktor Ketersediaan Sumber Daya Alam Hampir semua negara-negara ASEAN memiliki sumber daya alam berupa barang tambang, kecuali Singapura. Negara Singapura memiliki wilayah sangat sempit sehingga memiliki keterbatasan sumber daya alam barang tambang. Namun, mereka menguasai perdagangan dan industri. Negara-negara ASEAN yang kaya dengan barang tambang mentah mengekspornya ke Singapura untuk diolah menjadi berbagai barang kebutuhan pokok. Negara-negara ASEAN yang lain juga melakukan kegiatan yang serupa dengan volume yang berbeda-beda. Tidak semua sumber daya yang diperlukan suatu negara tersedia di negara tersebut. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya, negara-negara anggota ASEAN melakukan pertukaran sumber daya alam dalam kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli dan pertukaran sumber daya ini merupakan bentuk interaksi antarnegara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh Perkembangan Ilmu dan Teknologi terhadap Perubahan Ruang ASEAN Beberapa pengaruh Iptek terhadap perubahan ruang ASEAN yang paling tampak dan menjadi sorotan meliputi teknologi transportasi, dan telekomunikasi. Mengapa? karena dua ini adalah teknologi yang paling memengaruhi perubahan ruang di negara-negara ASEAN. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparannya. Pengaruh Teknologi Transportasi Adanya perkembangan teknologi tansportasi membawa perubahan aktivitas manusia yang berakibat terhadap perubahan tata kehidupan. Jumlah orang Indonesia yang pergi ke Malaysia dan Singapura atau sebaliknya semakin meningkat setiap tahunnya. Pembangunan prasarana transportasi juga telah mengubah kondisi wilayah di suatu negara. Lahan-lahan produktif seperti hutan atau sawah diubah untuk membangun jaringan jalan. Di beberapa negara ASEAN, rekayasa jaringan lalu-lintas transportasi darat sudah sangat canggih. Pengaruh Teknologi Komunikasi Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di negara-negara ASEAN sebagai akibat perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi dapat dilihat, contohnya dalam berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun keamanan. Di bawah ini adalah penjabaran perubahan teknologi komunikasi di ASEAN dalam berbagai bidang. Sosiala bertambahnya jumlah penduduk dalam waktu singkat; b kebutuhan transportasi massal semakin tinggi untuk menghindari kemacetan; c maraknya perdagangan manusia; d kerja sama luar negeri semakin mudah. Ekonomi a bertambahnya pendapatan negara dari pajak dan pendapatan dari sewa tempat tinggal akibat munculnya pusat-pusat aktivitas masyarakat, seperti perbelanjaan, wisata, dan tempat tinggal yang diperlukan pendatang; b nilai barang lokal meningkat seiring permintaan mata uang asing; c barang-barang asing semakin mudah dijangkau. Budaya a terjadi akulturasi budaya secara sadar maupun tidak; b perubahan sistem nilai dan norma; c terjadinya kecenderungan gaya hidup hedonis; d aliran-aliran yang bertentangan dengan budaya semakin mudah masuk. Keamanan a gangguan kondisi keamanan suatu negara semakin rentan; b narkotika dan obat terlarang semakin mendapat tempat; c jaringan kelompok perusuh antarnegara semakin mudah diorganisir. Pengaruh Perubahan Ruang terhadap Kehidupan Ekonomi di ASEAN Pengaruh perubahan ruang dan interaksi antarruang terhadap keberlangsungan kehidupan ekonomi di negara-negara ASEAN yakni menjadikan kegiatan ekonomi lebih meluas, misalnya produsen beras seperti Thailand dapat dengan mudah mengekspor produknya ke Singapura, Indonesia, dan negara anggota ASEAN lain tanpa dibebani pajak, begitupun sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena negara-negara anggota ASEAN mulai menerapkan AFTA ASEAN Free Trade Area dalam kehidupan internasionalnya. Pilihan konsumsi pun semakin banyak, baik kualitas maupun harganya. Persaingan dalam kegiatan ekonomi menjadi lebih ketat dengan adanya kompetitor dari luar negeri. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi terjadi terutama di daerah pinggiran kota ataupun area persawahan yang letaknya berdekatan dengan fasilitas umum, seperti di dekat pasar. Pengubahan atau konversi lahan pertanian bersifat menular, artinya ketika satu petak lahan telah dikonversi, lahan pertanian di sekitar petak tersebut juga rawan dikonversi. Hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Efek Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Industri Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian menurun. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. Konversi lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggir kota, dan pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik. Konversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang dan kondisi ini memengaruhi sistem sosial. Karena bisa jadi petani hanya menjadi buruh tani karena tidak memiliki lahan. Hal ini merupakan gejala yang muncul sebagai akibat dari faktor sosial dan budaya hukum waris. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Pemukiman Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatif dari pengaruh konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman adalah sebagai berikut. Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin kecil. Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya. Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH. Berkurangnya lahan resapan air. Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Latar BelakangPermasalahanPengertian LahanPenyebab Konversi Lahan dari Berbagai AspekDampak Negatif dari Konversi LahanDampak Positif dari Konversi LahanUpaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Latar Belakang Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya – Menurut Purwowidodo 1983 lahan mempunyai pengertian, yaitu suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sedangkan, sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Lahan pertanian memiliki fungsi yang besar bagi kemanusiaan melalui fungsi gandanya multifunctionality. Selain berfungsi sebagai penghasil produk pertanian tangible products yang dapat dikonsumsi dan dijual, pertanian memiliki fungsi lain yang berupa intangible products, antara lain mitigasi banjir, pengendali erosi, pemelihara pasokan air tanah, penambat gas karbon atau gas rumah kaca, penyegar udara, pendaur ulang sampah organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati Agus dan Husen 2004. Fungsi sosial-ekonomi dan budaya pertanian juga sangat besar, seperti penyedia lapangan kerja dan ketahanan pangan. Eom dan Kang 2001 dalam Agus dan Husen 2004 mengidentifikasi 30 jenis fungsi pertanian di Korea Selatan. Saat ini, jumlah luasan lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami gangguan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan Pasandaran 2006. Kondisi ini mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan atau yang dikenal dengan konversi lahan. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri Utomo et al 1992. Penggunaan sumberdaya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang secara ekonomi lebih menguntungkan yaitu ke arah penggunaan yang memberikan penerimaan keuntungan ekonomi yang paling tinggi. Penggunaan lahan untuk sawah merupakan salah satu penggunaan lahan yang mempunyai nilai land rent rendah dibandingkan dengan penggunaan lain. Hal tersebut menjadi salah satu alasan banyak terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain. Menurut Panuju 2004, rata-rata di seluruh wilayah di Jabodetabek pertumbuhan sektor pertanian terus mengalami penurunan. Permasalahan Konversi lahan di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luas lahan pertanian sawah di Indonesia tercatat sekitar 8,9 juta hektar, sekitar hektar telah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya Badan Pertanahan Nasional 2004. Konversi dapat menjadi persoalan serius pada masa mendatang bila tidak dapat ditangani dengan baik. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun sementara luas wilayah yang cenderung tetap dapat meyebabkan meningkatnya nilai ekonomis akan lahan. Seiring dengan perkembangan ekonomi, tingkat kebutuhan akan semakin meningkat. Keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan masyarakat memikirkan strategi baru dalam pemenuhan kebutuhan. Salah satu daerah yang banyak mengalami konversi lahan, yaitu kota Bogor, khususnya daerah Puncak, Cisarua, jawa Barat. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki posisi strategis sebagai kawasan yang menghubungkan antara kota Jakarta dengan kota Bandung. Letaknya yang berada diantara 106°43’30”BT – 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter sampai 330 meter di atas permukaan laut menjadikan kota Bogor sebagai kota yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Letaknya yang strategis serta ditunjang kondisi sumber daya alam yang cukup melimpah menjadikan kota Bogor berpotensi sebagai komoditas ekonomi. Kekayaan panorama alam yang indah yang tersebar di beberapa titik menjadikan Bogor sebagai salah satu kawasan tujuan para wisatawan, baik lokal maupun asing. Dari sejumlah data menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapai orang atau meningkat sebesar 37% dibandingkan dengan tahun 2005 yang berjumlah orang. Sedangkan wisatawan asing pada tahun 2005 berjumlah orang dan untuk tahun 2006 berjumlah orang. Dengan demikian mengalami peningkatan sebesar persen. Pemda Bogor 2010. Kawasan Puncak yang berada di dataran tinggi Jawa Barat memiliki keragaman sumberdaya alam yang bernilai ekonomis sebagai kawasan wisata alam. Secara administratif wilayah Puncak merupakan bagian dari Kabupaten Bogor yang difungsikan sebagai kawasan konservasi untuk menjaga dan mempertahankan lahan hijau sebagai kawasan resapan air. Letak geografisnya yang berada di ketinggian 330 meter di atas permukaan laut memberi predikat penting sebagai penjaga stabilitas laju air yang mengalir dari hulu ke hilir yang bermuara di kawasan kota Jakarta yang posisinya lebih rendah dari kota Bogor. Perilaku pengembangan investasi berupa rumah singgah villa di kawasan Puncak sangat Antroposentris. Artinya, kepentingan ekonomi didahulukan untuk kebutuhan manusia sementara nilai dan etika lingkungan diabaikan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab perubahan besar yang mampu menggeser suatu tatanan ekosistem serta fungsi alaminya. Akibatnya, berujung pada dampak-dampak negatif seperti bencana banjir dan kerusakan ekologi. Lahan memiliki pengertian yang hampir serupa dengan sebelumnya bahwa lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman, dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang Sitorus 2004. Jayadinata 1999 menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu 1 Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. 2 Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. 3 Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecenderungan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika Munir 2008. Penggunaan lahan itu sendiri dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan lain sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa permukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan Arsyad 1989. Namun, dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya untuk jangka pendek sehingga kelestariannya semakin terancam.. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi hutan lindung menjadi lahan pemukiman. Contoh di atas adalah bentuk konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda Wahyunto et al 2001. Barlowe 1986, berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah 1. faktor-faktor fisik dan biologis; serta 2. Faktor ekonomi dan institusi kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuhan, hewan, dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, sosial politik dan ekonomi masyarakat. Sedangkan, menurut Sihaloho 2004 konversi lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga struktur ekonomi rumah tangga, kesejahteraan rumah tangga orientasi nilai ekonomi rumah tangga, dan strategi bertahan hidup rumah tangga. Berdasarkan fakta di lapangan, ada dua jenis proses konversi lahan sawah, yaitu konversi sawah yang langsung dilakukan oleh petani pemilik lahan dan yang dilakukan oleh bukan petani lewat proses penjualan. Sebagian besar konversi lahan sawah tidak dilakukan secara langsung oleh petani tetapi oleh pihak lain yaitu pembeli. Konversi yang dilakukan langsung oleh petani luasannya sangat kecil. Hampir 70 persen proses jual beli lahan sawah melibatkan pemerintah, yaitu ijin lokasi dan ijin pembebasan lahan. Masalah mengenai lahan ini dipicu oleh manusia dalam upayanya memenuhi kebutuhannya baik itu sandang, papan dan pangan. Teori Robert Malthus menyatakan bahwa “Pangan bertambah mengikuti deret hitung sedangkan jumlah manusia akan bertambah seiring dengan deret ukur”. Hal ini yang menjadi pemicu bagi manusia untuk memanfaatkan lahan ditambah lagi dengan bertambahnya ilmu seseorang akan memicu orang tersebut untuk berfikir bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya alam ini sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai. Ketersediaan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Hasil sensus pertanian menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa antara lain konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan permukiman. Konversi lahan ini, terutama pulau Jawa sebagai gudang pangan nasional, menyebabkan gangguan yang serius dalam pengadaan pangan nasional. Konversi lahan sawah yang tidak terkendali juga akan menyebabkan penurunan kapasitas penyerapan tenaga kerja pertanian dan perdesaan serta hilangnya aset pertanian bernilai tinggi Irawan et al 2001. Konversi lahan merupakan masalah yang tidak pernah akan habisnya karena semua sumber daya yang tuhan berikan merupakan anugerah yang diberikan agar manusia mampu memanfaatkannya dengan baik, namun pada saat ini manusia terkendala akan lahan yang diketahui jumlah tetap. Penyebab Konversi Lahan dari Berbagai Aspek Pengembangan tempat singgah yang biasanya berbentuk villa semakin banyak dibangun di kawasan puncak. Villa-villa tersebut tidak hanya sebagai tempat peristirahatan pribadi tetapi juga dapat dikomersilkan. Persoalannya, gedung-gedung itu didirikan di kawasan hutan lindung dan daerah aliran sungai DAS. Padahal, kawasan itu merupakan daerah resapan air di kawasan Puncak Bogor. Akibatnya, muncul permasalahan berupa kerusakan lingkungan, seperti fenomena banjir kiriman yang melanda Jakarta beberapa tahun terakhir dan kerusakan ekologi lainnya. Kerusakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh tata ruang kota Jakarta yang tidak rapi, tetapi juga dinilai sebagai akibat semakin terkikisnya sumber-sumber resapan air akibat alih fungsi lahan konservasi hutan di kawasan Puncak, Bogor. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi fenomena yang lazim. Bila pada tahun 1980-an di sepanjang jalan menuju puncak terhampar luas berbagai perkebunan, kini di lahan yang sama telah banyak berdiri villa, restoran, atau perumahan. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi bagian dari hukum permintaan dan penawaran. Ketersediaan lahan yang terbatas sementara permintaan terhadap lahan terus meningkat menuntut realokasi penggunaan lahan ke arah yang paling menguntungkan. Berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar faktor penyebab konversi dapat dipilah menjadi dua, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam tataran makro, konversi lahan di kawasan puncak disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-perkebunan yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta gaya hidup. Dalam skala mikro, alasan utama dilakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan yang menarik, serta harga lahan yang relatif murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baaru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan untuk lahan perkebunan atau resapan air hujan. Dampak Negatif dari Konversi Lahan Secara teoritis, alih fungsi lahan dapat menimbulkan kerugian, terutama hilangnya daerah resapan air hujan serta hilangnya lahan produktif hasil perkebunan, disamping tidak menampik adanya manfaat ekonomi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk membuat kalkulasi pasti dari manfaat dan kerugian akibat konversi ini, karena cukup banyak manfaat dan kerugian yang sulit diukur. Dampak negatif konversi lahan di kawasan puncak Bogor adalah hilangnya “peluang” memproduksi hasil perkebunan dilahan perkebunan yang terkonversi, diantaranya hilangnya produksi perkebunan dan nilainya. Selain itu, dampak yang bisa terjadi yaitu erosi tanah, yang tidak hanya berdampak terhadap daerah yang langsung terkena, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan air dan saluran irigasinya, pendangkalan sungai, dan pengendapan partikel-partikel tanah yang tererosi di daerah cekungan. Dengan demikian bukan saja lahan yang terkena dampak, tetapi juga kondisi sumber daya air menjadi buruk. Dampak lain yang sering kita rasakan pula ialah banjir, banjir disebabkan oleh berkurangnya daerah serapan air yang dikonversi oleh bangunan sehingga banyak menimbulkan bahaya bagi manusia karena dampak banjir pun mampu melumpuhkan roda perekonomian, hal itu pernah terjadi pada ibukota Jakarta pada tahun 2007. Banjir pun dapat disebabkan oleh tata perencanaan kota dan ruang serta banyak sampah yang menghalangi air sehingga aliran air sungai terhambat dan tidak dapat mengalir ke laut serta sistem drainase yang buruk dapat memicu terjadinya banjir. Konversi lahan pun memiliki dampak yang buruk terhadap produktivitas lahan karena produktivitas lahan dipengaruhi oleh luas lahan dan produk yang mampu di produksi pada lahan tersebut. Hal ini dikarenakan apabila suatu lahan pertanian telah dikonversi menjadi non pertanian maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian karena lahan setelah konversi akan menurunkan kesuburan dari lahan tersebut serta mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi lahan pertanian. Dampak Positif dari Konversi Lahan Selain dampak negatif dari konversi lahan, terdapat dampak positif dari konversi lahan tersebut yakni terdapatnya lapangan pekerjaan untuk penduduk sekitar, sehingga para penduduk yang tidak memiliki pendapatan akan mendapatkan penghasilan. Kebutuhan sandang seperti pemukiman untuk penduduk bisa terpenuhi. Selain itu akses informasi publik dari akan lebih cepat diterima setelah adanya pembangunan. Konversi lahan menyebabkan lebih banyaknya investor yang datang dan memberikan dana untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Adanya konversi lahan ini akan berakibat wilayah tersebut akan lebih maju karena adanya pembangunan di wilayah tersebut. Upaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Berdasarkan fakta, upaya pencegahan konversi lahan sulit dilakukan, karena lahan merupakan private good yang legal untuk ditransaksikan. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Pengendalian yang dilakukan sebaiknya bertitik tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan perangkat hukum. Namun hal tersebut hendaknya didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai Suwarno, 1996. Pemberian izin mendirikan bangunan IMB merupakan salah satu upaya pencegahan konversi lahan, dimaksudkan untuk pembinaan agar orang atau badan yang bermaksud membangun dapat membangun sesuai ketentuan yang berlaku, pengaturan akan tata kelola bangunan, pengendalian agar menghindari laju pembangunan yang terlalu tinggi yang akan berdampak buruk bagi lingkungan serta, pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi maupun institusi. Demikian penjelasan artikel diatas Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya semoga dapat bermanfaat untuk pembaca setia - Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupan mereka pada hasil pertanian. Selain itu, ada fenomena lain yang juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia semakin hari terus meningkat. Pada 2009, jumlah penduduk Indonesia diketahui sudah mencapai 230 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,33 tersebut lantas membuat salah satu negara ASEAN ini memiliki jumlah kebutuhan yang lebih besar. Salah satunya kebutuhan pada lahan. Namun, seiring berkembangnya zaman, terjadi konversi lahan dari yang awalnya untuk pertanian menjadi non-pertanian. Lalu, apa faktor pendorong konversi lahan di ASEAN?Baca juga Apa Peran Indonesia dalam Bidang Ekonomi di ASEAN? Pertumbuhan perkotaan Pada dasarnya, faktor pendorong konversi lahan di ASEAN terdiri atas tiga hal, yaitu faktor eksternal, faktor internal, dan faktor kebijakan. Faktor eksternal yang mendorong konversi lahan di ASEAN adalah pertumbuhan perkotaan fisik atau spasial, demografi ataupun ekonomi. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain terhadap lingkungan dan potensi dari lahan itu sendiri. Perubahan fungsi ini tentu didorong oleh beberapa faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin lama semakin bertambah jumlahnya, sehingga tuntutan akan mutu kehidupan juga ingin lebih baik.

konversi lahan permukiman di asean umumnya terjadi di wilayah